Kamis, 21 November 2013

Cerita Delapan (@novitalsyn)



                Aku punya cerita, tentang sebuah kisah. Bukan tentang mereka, tapi tentang kita. Tentang kita yang menjadi sorot cerita. Aku tidak pandai merangkai kata, untuk dipadukan menjadi sebuah cerita. Tetapi, bisakah? Bisakah dengan ingatan tentang kenangan kita, aku menjadi seorang yang bercerita? Tidak untuk waktu lama, tapi untuk sekali ini saja.

                Aku ingin bercerita tentang kita yang tidak biasa, kepada orang-orang yang mungkin akan menjadi pembaca setia cerita bodoh ini sampai tutup cerita. Bukan aku yang sejak lama mencoba bercerita, tetapi selalu gagal aku bercerita…
                “Hai sahabat-sahabatku!” Bukankah itu kalimat yang baik untuk menjadi awalnya? Aku ingin sekali bercerita tentang keegoisan kita membentuk kata sahabat di tengah-tengah kita yang jelas sangat berbeda. Ya, aku tahu mungkin kita memang tidak seperti yang lain selalu terlihat bersama. Tetapi, bisakah kita pertahankan kata sahabat tetap ada di tengah-tengah keegoisan kita?
                Kalian tahu? Sudah berkali-kali aku gagal dalam sebuah hubungan persahabatan, mungkin aku yang egois atau juga mungkin aku yang tidak menyadari arti penting mereka sebelumnya. Sejak awal, aku sudah berkata kepada kalian untuk tidak meneruskan niat konyol kita. Ups, mungkin bukan aku yang pernah berkata, tetapi hatiku. Sayangnya, suara hatiku tidak pernah terdengar oleh indra kalian. Aku hanya takut. Takut semuanya terulang. Kalian tahu? Perasaan sakit yang dirasakan oleh orang yang mulai yakin dan percaya kepada seseorang lalu kepercayannya dirusak dengan mudahnya? Baiklah, sekali lagi aku akan bercerita.
                Semua selalu memiliki awalan dan akhiran. Untuk memiliki sebuah kenangan, pastilah memiliki awal kisah. Dan ini kisahku, kisah seorang gadis yang selalu dikecewakan oleh ikatan persahabatan. Takut ini, takut itu, karena selalu memandang status ikatan. Kalian sekali lagi tahu? Aku dikecewakan oleh seseorang yang jelas sudah membuatku mulai yakin. Kalian sekali lagi tahu juga? Bagaimana cara orang itu menghancurkan perasaanku? Tidak seberapa, memang. Tapi, jelas itu baginya. Tidak untukku, mantan sahabatku.
                Benarkah? Apakah aku tadi menulisnya? Mantan sahabat? Aneh, bukan? Mungkin, beberapa orang mengira bahwa kalimat tersebut benar karena memang ada orang terdekatmu yang sekarang sudah hilang entah kemana. Kedekatan kalian dimakan waktu? Dimakan kebencian? Dimakan keegoisan? Atau seluruh yang tadi aku sebutkan? Bagiku, seharusnya sahabat akan terus menjadi sahabat, meski pada kenyataannya tidak selalu begitu. Tapi, apakah kalian bisa dengan mudahnya melupakan kenangan dengan sahabat kalian itu? Haha, cerita ini aneh, bukan? Memiliki alur yang berantakan. Baiklah, sudah cukup membicarakan masa laluku yang suram…
                Sungguh aku begitu tidak yakin bisa menjadikan kalian sebagai tempat aku mengadu selain Tuhan dan orangtuaku. Kamu yang dulunya musuhku. Kamu yang dulunya aku tidak ingin kenal. Kita yang dulu saling kenal tetapi tidak tertarik untuk saling menyapa lebih jauh, atau kamu yang pernah jadi orang penting di hatiku. Apa menurutmu yang sedang terjadi, sahabat-sahabatku? Hey, kita sedang tertawa oleh sebuah lelucon konyol. Mungkin bagi kita, tetapi tidak bagi orang lain di sekitar kita yang mengira kita abnormal menertawakannya. Mengapa? Mereka mengira itu sama sekali tidak penting untuk ditertawakan.
                Kembali lagi, tentang kita yang memiliki kisah bersama. Aku ingin menantang kalian untuk menaruh masa lalu kita dan masa sekarang kita bersebelahan? Bagaimana? Apa kalian berani mencobanya? Mungkin tidak, mengingat betapa malunya kita setelah kita mencoba mengingat kembali sebuah pertengkaran, kebencian, permusuhan konyol yang pernah kita lakukan dulu lalu membandingkannya dengan tertawa kita yang sekarang.
                Alam mempunyai kisah sendiri. Tuhan mempunyai begitu banyak kisah yang akan diletakan-Nya pada masing-masing kita. Sungguh, dunia ini begitu ajaib, aneh, namun nyata. Bagaimana tidak untuk beberapa individu yang masa lalu dan sekarangnya begitu berbeda? Hubungan yang aneh, memang. Tapi, ternyata itu terjadi pada masing-masing kita, sahabat-sahabatku.
                Dengan sebuah perjanjian konyol yang aku sendiri jujur masih ragu untuk berjanji, kita memulai kisah kita sendiri yang sebenarnya Tuhan sudah siapkan. Ingat? Tuhan hanya menyiapkan, tapi kita sendiri yang menentukan. Kita memang konyol, tapi buktinya kita masih bersama dengan kekonyolan itu. Bahkan, kita sudah menyiapkan mimpi-mimpi yang nantinya aka kita wujudkan bersama. Begitu banyak hingga aku yakin tidak akan mampu menulis semuanya di sini.
                Meskipun banyak, setidaknya pasti hanya ada sebuah mimpi yang mengawali. Bisa aku nyatakan, bahwa itu mimpi pertama, terbesar, terkonyol, yang mungkin tidak dapat kita lakukan. Tapi, siapa tahu? Siapa yang tahu bahwa kita tidak bisa? Siapa yang menyatakan kita tidak bisa? Bahkan kita belum memulainya, bukan? Bagaimana caranya mengakhiri untuk sesuatu yang belum kita mulai? Bagaimana caranya mempertegas untuk sesuatu yang belum kita tahu kepastiannya? Lantas, bagaimana mereka tahu? Yang jelas, perlu aku pertegas, itu mimpi kami, hak kami untuk bermimpi! Bahkan, meski mimpi kami mustahil untuk dilakukan, itu tetap hak kami untuk bermimpi, kan?
                Aku ingin bercerita tentang sebuah kisah. Kisah mimpi pertama, terbesar, terkonyol, yang pernah kami ikrarkan. Aku ingin, tapi tidak mungkin. Tidak mungkin untuk aku ceritakan. Mengapa? Kalian ingin menanyakan itu, kan? Aku hanya tidak ingin mengumbar sesuatu yang bahkan kepastiannya aku belum tahu. Kepastian apa? Kepastian bahwa kami pernah bermimpi akan hal itu. Yang jelas, bagiku mimpi itu tetap akan menjadi mimpi pertama, terbesar, terkonyol, yang pernah kami ikrarkan. Baik, semua berawal dari sini…
                Aku tidak tahu mengapa, yang jelas aku sangat sedang memikirkan tentang mimpi itu. Bukankah, awalnya kami hanya sekumpulan anak manusia yang merasa nyaman saat bersama-sama? Haha, rasanya lucu sekali untuk sekedar membicarakan tentang mimpi itu. Lantas, untuk apa kami sama-sama bermimpi untuk itu? Mimpi yang sama? Mungkin, saat ini aku sedang mencoba untuk menerima orang-orang itu menjadi sahabat baruku. Sahabat baru? Memangnya, aku punya sahabat lama? Itu sangat tidak penting untuk dibicarakan.
                Kami pernah berkata bahwa kami ada karena rasa nyaman itu ada di tengah-tengah kami. Selanjutnya, apakah rasa nyaman itu cukup untuk menjadi sahabat? Aku sungguh tidak ingin menegaskan sesuatu atas pemikiranku sendiri. Aku sedang berusaha untuk tidak menjadi egois. Jadi, aku hanya ingin bertanya kepada kalian? Bagaimana rasanya berdekatan dengan orang yang membuat kalian merasa tidak nyaman? Apakah kalian bisa bersama-sama dengan orang yang membuat kalian tidak nyaman? Aku tidak ingin menjawab, aku hanya ingin kalian berpikir tentang seberapa pentingnya rasa nyaman di tengah-tengah sebuah persahabatan.
                Untuk aku pertegas, kami ada bukan karena kami sekedar ingin tetapi kami ada karena rasa nyaman untuk saling bersikap terbuka. Perlu juga kalian ketahui, kami sama-sama mempunyai pengalaman buruk di masa lalu dengan seseorang yang merusak kepercayaan kami. Kami tahu juga, kami sangat berbeda, angka 8 bukan angka yang bisa dibilang sedikit untuk menyatukan kesamaan, kami sungguh tidak sama.
                Namun, rasa nyaman yang membuat kami yakin untuk terus ada. Aku menyayangi kalian entah karena apa. Aku sungguh tidak ingin kehilangan rasa nyaman antara kita, sahabat-sahabatku. Tolong yakinkan aku bahwa kalian adalah orang-orang terakhir yang akan aku jadikan tempatku bercerita banyak hal, untuk menertawakan banyak cerita yang tidak lucu, untuk menertawakan cerita sedih, dan untuk menangisi hal yang seharusnya membuat kita bahagia. Aku sungguh ingin yakin kepada ketulusan kalian terhadapku selama ini, aku ingin kalian menjadi sandaran bagiku.
                Aku mungkin pernah membenci kalian, menghina kalian, memarahi kalian, tapi yakinlah itu bagian dari rasa sayangku kepada kalian. Itu wujud kasihku untuk kalian, karena aku tidak tahu cara lain untuk mengungkapkannya, hanya itu.
                Kalian ingat saat kita bukan ditemani oleh lembayung senja tapi malah oleh pekatnya malam? Kalian ingat saat kita bukan dihangatkan oleh mentari tapi disejukkan oleh indahnya bulan? Itu hanya bagian kecil dari begitu banyak yang pernah terjadi antara kita, dan aku ingin sekali itu yang menjadi alasan kita untuk bersama sampai sekarang dan kapanpun.
                Ada begitu banyak kebencian yang pernah hadir di hati masing-masing dari kita, aku yakin itu. Tapi, bukankah kebencian, permusuhan, keegoisan itu adalah cara kita untuk lebih mengenal kepribadian masing-masing? Sesuatu itu muncul ada sebab dan akibat, bukan? Begitu juga kita. Apapun sebab yang pernah terjadi, yang jelas itu sudah berlalu dan yang terpenting kita sudah menjadi kita. Apapun yang akan menjadi akibat adanya kita, aku yakin kita bisa melewatinya bersama-sama.
                Persahabatan kita seperti angka 8. Meski berliku, tetap tidak berujung dan berakhir. Aku sayang kaliaaaaaannnnnnnnnn…
Created by: Novita Lesyani (19 Nov 2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ask Us Here:)